Hukum Bekerja di Bea Cukai - Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA



Sesi tanya jawab dari Tabligh Akbar yang diselenggarakan di Masjid Al-Ittihad, Komplek PT. Chevron Pacific Indonesia Rumbai - Pekanbaru

Tabligh Akbar dengan tema “Rezekimu Tidak Mungkin Tertukar” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA.

Sumber video: IRDC Ittihad Rumbai
https://www.youtube.com/channel/UCOiB26BD3k7sLryXuoZ_xBA

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Pertanyaan:

Saya membaca buku al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair karya Ibnu Hajar al Haitami tentang hukum maks (pajak) dan larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. Di sana juga disebutkan bahwa pemungut maks adalah manusia yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat nanti.Di sisi lain, banyak negara yang perekonomiannya mengandalkan bea cukai atas barang impor ataupun barang ekspor. Pada gilirannya bea cukai ini oleh produsen dibebankan kepada konsumen sehingga harga barang tersebut menjadi lebih mahal. Dari uang bea cukai ini negara mengadakan berbagai proyek untuk membangun berbagai fasilitas negara. Saya berharap akan adanya penjelasan tentang hukum pajak dan bea cukai serta bekerja di bidang itu. Apakah hukum pajak itu sama dengan hukum maks ataukah berbeda?”

Jawaban dari Lajnah Daimah:

“Bea cukai atas barang impor atau ekspor itu termasuk maks sedangkan maks adalah haram.Oleh karena itu, bekerja di bidang itu hukumnya haram meskipun pajak tersebut dibelanjakan oleh negara untuk mengadakan berbagai proyek semisal membangun berbagai fasilitas negara. Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bahkan memberi ancaman keras untuk perbuatan mengambil maks.

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Penarik pajak itu tidak akan masuk surga.” Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.

Dalam al Kabair, adz Dzahabi mengatakan:

“Pemungut pajak itu termasuk dalam keumuman firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (Qs. asy Syura: 42)

Pemungut pajak adalah termasuk pembantu bagi penguasa zalim yang paling penting. Bahkan pemungut pajak itu termasuk pelaku kezaliman karena mereka mengambil harta yang tidak berhak untuk diambil.”

Adz Dzahabi lantas berdalil dengan hadits dari Buraidah dan ‘Uqbah yang telah disebutkan di atas. Setelah itu adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu memiliki kesamaan dengan pembegal bahkan dia termasuk pencuri. Pemungut pajak, jurus tulisnya, saksi dan semua pemungutnya baik seorang tentara, kepala suku atau kepala daerah adalah orang-orang yang bersekutu dalam dosa. Semua mereka adalah orang-orang yang memakan harta yang haram.” Sekian kutipan dari al Kabair.

Dalam pajak terdapat perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar padahal Allah berfirman yang artinya, “Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang tidak benar.” (Qs. al Baqarah: 188)

Ketika memberikan khutbah di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika haji wada’: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian itu tidak boleh diganggu sebagaimana kehormatan hari ini, di negeri ini dan bulan ini.”

Menjadi kewajiban setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan cara-cara mendapatkan rezeki yang haram dan memilih cara-cara mendapatkan rezeki yang halal yang jumlahnya banyak, Alhamdulillah. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang halal maka Allah akan memberi kecukupan untuknya.

Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs. ath Thalaq:2-3)

Allah juga berfirman yang artinya, “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Qs. ath Thalaq:4)

Demikian yang terdapat dalam Fatwa al Lajnah al Daimah lil Ifta’ jilid 23 halaman 489.

Sumber artikel: pengusahamuslim.com/1539-pandangan-syariat-terhadap-pajak-dan-bea-cukai.html

source

Comments

  1. ustadznya ini sebaiknya belajar lagi

    ReplyDelete
  2. Bismillairahmanirahim,, ustadz, saya ingin membuka diskusi. ada hal yang barangkali ustad lupa bahwa fungsi utama bea masuk bukan sebagai pemeras harta belaka. fungsinya sebagai community protector , coba bayangkan apabila barang imor yang masuk tanpa bea masuk, betapa murah harganya.... betapa akan tersainginya produk dalam negeri, jangan bandingkan dengan Arab saudi yang sudah kaya dari sektor minyak..

    KAlau memang gaji pegawai BC itu haram maka tanyakan gaji pegawai kementerian agama,, mereka sama sama PNS / ASN, gaji mereka dari pendapatan negara juga, gaji mereka dari pajak, bea dan cukai juga..

    jangan hanya kemudian gara gara DJBC atau DJP yang menarik uang, lalu hanya gaji mereka yang haram, kalau begitu semua gaji PNS HARAM? kalu begitu pandangannya saya curiga tak akan ada punggawa di negeri ini



    saya juga curiga pengertian pajak di zaman rasul dan zaman sekarang berbeda,, ustadz tau bagaimana pengelolaan pajak di zaman rasul?
    kalu zaman sekarang hasil pajak dikembalikan lagi ke masyarakat, lewat pembangunan. tapi saya curiga raja raja ( yang dzalim) di jaman Rasul memungut pajak untuk kepentingan pribadi

    ReplyDelete
  3. Contohnya Rafi Ahmad, punya mobil mewah banyak, motor mewah banyak karna hobi ngoleksi, yg di pake paling 1 atau 2, eeehh semuanya tetap dikenain pajak :v

    ReplyDelete
  4. Tahun 2018 arab saudi juga menerap kan pajak.

    ReplyDelete
  5. Turn on more accessible mode
    Turn off Animations
    أتصل بنا الدعم الفني العربية
    About Us

    Search this site
    Search
    New User Sign In بريد المنسوبين
    Toggle navigation القائمة الرئيسية
    ِAbout Customs
    Objectives
    saudi_flag.gif​
    Saudi Customs seeks to provide integrated customs services to meet development ‎requirements in the Kingdom of Saudi Arabia, and keep pace with the latest ‎developments at local and international level. This will be achieved through a form of a ‎difficult formula considered Saudi Customs mission and slogan represented in ‎‎(accelerating release of permissible goods and preventing entry of prohibited ones). It ‎requires striking a balance between facilitation of flow of trade for importers and ‎exporters in accordance with the Kingdom’s international obligations on the one hand, ‎and carrying out accurate inspection tasks of consignments, on the other hand, to ensure ‎prevention of entry of prohibited and infringing materials such as counterfeit items as ‎customs is the first line of defense for the country. ‎

    The objectives of customs policy in the Kingdom are summarized in the following:‎

    Religious and Security Objective:‎​

    Maintain religious fundamentals by preventing entry of all items incompatible with ‎religion and Islamic faith such as books, publications and books of magic and sorcery, ‎and protect the country and the society from the hazards posing a threat to health and ‎security by preventing entry of all prohibited items such as drugs of all kinds, arms, ‎explosives, etc.‎

    Socio-Economic Objective

    ‏1‏‎.‎ Prevent entry of counterfeit goods, IPR-infringing goods or substandard goods to ‎ensue consumer protection and support of national economy.‎
    ‏2‏‎.‎ Levying customs duties on imported goods according to duty rates set out in the ‎customs tariff nomenclature.‎
    ‏3‏‎.‎ Facilitate export procedures and open markets for domestic products.‎
    ‏4‏‎.‎ Protect the national economy from dumping threats.‎
    ‏5‏‎.‎ Protect the domestic industries from competition and encourage them by ‎imposing relatively high duty rates on imports identical to the domestic industries. ‎In addition, the equipment, tools, spare parts and raw materials which contribute ‎to raising the efficiency of domestic industries are exempted from customs duties.‎
    ‏6‏‎.‎ Customs as a sole source of trade statistics provides accurate statistics on the ‎Kingdom’s foreign trade on which many economic and political decisions based.‎
    ‏7‏‎.‎ Guarantee gains to the national economy via bilateral, regional and international ‎agreements concluded between the Kingdom and other countries.‎
    ‏8‏‎.‎ Exempt essential consumer goods from customs duties or levy reduced customs ‎duties on normal imported goods.‎
    ‏9‏‎.‎ Increase customs duty rates on the materials detrimental to health such as tobacco ‎and its derivatives.‎
    ‏10‏‎. Maintain the health of members of the community by preventing entry of banned ‎items from the infested countries.‎
    ‏11‏‎.‎ Restrict the benefit from the commodities subsidized by the government to the ‎consumer in the Kingdom by preventing export of such commodities.‎
    About Us
    Saudi Customs Information Center
    Home Page
    About Customs
    Regulations & Rules
    Passengers
    الخدمات الالكترونية
    Customs Tariff
    Customs Clearance
    Inquiry and comments
    Privacy Policy
    Usage Conditions
    سياسة المحتوى
    قواعد السلوك الوظيفي
    Complaints
    Site Map
    FAQs
    Contact Us
    خدمات الرسائل النصية الهاتف الجمركي 1918 الدعم الفني
    تواصل معنا
    Copyright © 2017 Saudi Customs. All rights reserved.

    ReplyDelete
  6. Maks itu preman keleesss, jaman jahiliyah, liat QS at Taubah 9/29
    Jaman rosul aja ada pajak

    Arab itu juga ada pajak om

    ReplyDelete
  7. klo pajak haram berarti di gunakan untuk apapun uang pajak itu haram donk.. gaji pns,tni,polri,bumn pembangunan dll haram donk yah..

    ReplyDelete
  8. arab saudi jga memberlakukan PPN lho

    ReplyDelete
  9. saya bukan orang stan maupun pajak maupun bea cukai. tapi kayaknua nih ustadz iri gara2 dulu ga bisa masuk stan wkwk

    ReplyDelete
  10. walaupun negara ni gencar pungut pajak toh utang negara ga lunas2 jg.. lagian duitnya ga berkah.. coba aja ikutin ajaran islam sya yakin pasti sejahtera.. y pertanyaannya indonesia bkn milik org islam saja msh bnyak agama lain didalamnya..

    ReplyDelete
  11. intinya kalau kedua belah pihak tidak ikhlas, itu adalah riba

    ReplyDelete
  12. alangkah indahnya kalo ustadz ini mau belajar sistem kenegaraan lebih detail

    ReplyDelete
  13. kalau pak kadus dan pak lurah narik pajak juga haram pak ustad

    ReplyDelete
  14. Emang yg nentuin masuk surga elu nyet?

    ReplyDelete
  15. Penyelenggaraan negara ini dibiayai dengan APBN, di bagian debet atau penerimaan negara didapat dari: pajak, bea masuk, cukai dll pungutan dlm rangka impor, kalau seandainya petugas pajak dan bea cukai tidak dibenarkan oleh ustadz lalu penyelenggaraan negara ini dibiayai dengan apa? Kalau penyelundupan narkoba tidak dicegah apakah rela anak cucu kita menjadi pecandu narkoba? Bukankah manfaatnya lebih banyak mudharatnya

    ReplyDelete
  16. Orang klo udah keenakan gaji gede alesan nya macam macam. Tanyakan hati kecil anda,jangan turuti bisikan setan.orang yang memakan harta haram itu ibadahnya 40 hari kebelakang tidak di terima.Maling,riba,penarik pajak.menipu.dll.

    ReplyDelete
  17. ustad.. kalau calon ana kerja di bagian oprasional export import dan berelasi dg kantor bea cukai ,, gajinya halal atau haram?
    mohon penjelasannya

    ReplyDelete
  18. ustad.. kalau calon ana kerja di bagian oprasional export import dan berelasi dg kantor bea cukai ,, gajinya halal atau haram?
    mohon penjelasannya

    ReplyDelete
  19. belum tentu pegawai pajak masuk nerak juga ustadz masuk surga tapi allah yang menentukan surga dan neraka kalau oknum di terima taubatnya dan waktu sakaratul maut bisa mengucapkan laa illaa haa ilaa allah..

    ReplyDelete
  20. Lucu yang menolak hukum Allah di komentar ini, diputar2 dengan beribu alasan dengan logika dan kepintaran mereka agar pajak bisa dianggap baik dan halal. Innalillah, hidup gak selama di dunia woyy.

    ReplyDelete
  21. Seandainya bea cukai hanya untuk proteksi.
    Melindungi dari masuknya barang2 yg dilarang, melindungi industri dalam negeri dengan pembatasan masuk nya barang tertentu.
    Tanpa memungut bea masuk/keluar (secara dzhalim/tidak pukul rata), tidak membantu dalam menarik pajak impor/ekspor, tanpa ada lagi cukai rokok dan MMEA (tidak terkait dengan khamr dan rokok).
    Maka, apakah menjadi boleh seorang bekerja di bea cukai?

    ReplyDelete
  22. tidak akan masuk surga penarik pajak..

    ReplyDelete
  23. HUKUM MENYEDEKAHKAN BARANG HARAM APA HUKUM NYA PAK USTADZ?

    ReplyDelete
  24. إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ

    Kata al maksu, dalam hadits.. ulama berbeda pendapat..
    kalau ana cenderung kepada pendapat bahwa al-maksu itu bukan cukai / pajak, tetapi lebih kepada pungutan liar..
    harta yg diambil dengan cara yg zalim..

    silahkan dicari perbedaan pendapat mengenai kata al-maksu ini, lalu tinggal kita pilih mana yg lebih kuat pendapatnya.. berbeda pendapat tidak harus menimbulkan perpecahan.

    untuk pajak sendiri ulama pun berbeda pendapat, ada yg membolehkan dan ada yg tidak membolehkan..
    kalaupun harus diterapkan pajak, ana condong kepada pendapat pertengahan yaitu:
    1. Dilakukan Oleh Pemerintah Yang Sah dan Adil
    2. Tidak Mencekik Rakyat
    3. Sepenuhnya Digunakan Untuk Kepentingan Rakyat

    Jika pajak menzalimi rakyat atau dimakan untuk kepentingan pribadi, itu sama saja dengan al-maksu tadi.. yaitu pungutan liar / illegal. dan jelas ini letaknya di neraka.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hukum Asuransi Syariah | Ustadz Dr Erwandi Tarmizi